Konseling Behavior
A. Konseling Behavioral
Konseling behavioral merupakan
salah satu dari teori-teori konseling yang ada pada saat ini. Konseling
behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi behavioristik, yang menekankan perhatiannya pada perilaku
yang tampak. Pada hakikatnya konseling merupakan sebuah upaya pemberian
bantuan dari seorang konselor kepada klien, bantuan disini dalam pengertian
sebagai upaya membantua orang lain agar ia mampu tumbuh kearah yang dipilihnya
sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu mengahadapi
krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya (Yusuf & Juntika, 2005:9).
Lebih lanjut Juntika (2003:15) mengutip pengertian konseling dari ASCA (American
School Conselor Assosiation) sebagai berikut : Konseling adalah tatap muka yang
bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari
konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya
untuk membantu kliennya dalam mengatasi masalah-masalahnya.
Selanjutnya menurut Suwanto
(2016:3) konseling behavioral adalah suatu teknik dalam konseling yang
berlandaskan teori belajar berfokus pada tingkah laku individu untuk membantu
konseli mempelajari tingkah laku baru dalam memecahkan masalahnya.
Tujuan konseling behavioral
yaitu :
(1) Menciptakan perilaku baru.
(2) Menghapus perilaku yang
tidak sesuai.
(3) Memperkuat dan
mempertahankan perilaku yang diinginkan.
Sedangkan pengertian behavioral/behaviorisme adalah salah satu pandangan teoritis yang beranggapan, bahwa persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan mentalitas
Berpijak dari pengertian dari konseling dan behaviorisme yang dipaparkan di atas, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan konseling behavioral adalah sebuah proses konseling (bantuan) yang diberikan oleh konselor kepada klien dengan menggunakan pendekatan-pendekatan tingkah laku (behavioral), dalam hal pemecahan masalah-masalah yang dihadapi serta penentuan arah kehidupan yang ingin dicapai oleh diri klien.
B.
Sejarah Konseling Behavioral
Konseling berkembang pertama
kali di Amerika yang dipelopori oleh Jesse B. Davis tahun 1898 yang berkerja
sebagai konselor sekolah di Detroit (Surya, 1988:39). Banyak faktor yang
mempengaruhi perkembangan konseling, salah satunya adalah perekembangan yang
terjadi pada kajian psikologis, Surya (1988:42) mengungkapkan bahwa
kekuatan-kekuatan tertentu dalam lapangan psikologis telah mempengaruhi perkembangan
konseling baik dalam konsep maupun teknik.
Aliran-aliran yang muncul
dalam lapangan psikologis dan memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan
konseling, diantara aliran-aliran psikologis memberikan pengaruh, adalah sebagai berikut:
aliran strukturalisme (Wundt),
Fungsionalisme (James), dan Behaviorisme (Watson). Aliran behaviorisme menolak
metode intropeksi diri aliran strukturalisme dengan sebuah keyakinan bahwa
menurut para behaviorist metode intropeksi tidak dapat menghasilakan data yang
objektif, karena kesadaran menurut para behaviorist adalah sesuatu yang dubios,
yaitu sesuatu yang tidak dapat diobservasi secara langsung, secara nyata
(Walgito, 2002:53).
Bagi aliran behaviorisme yang menjadi focus perhatian adalah perilaku yang tampak, karena persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa mengkaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan mentalitas.Selanjutnya menurut Suwanto (2016:3) konseling behavioral adalah suatu teknik dalam konseling yang berlandaskan teori belajar berfokus pada tingkah laku individu untuk membantu konseli mempelajari tingkah laku baru dalam memecahkan masalahnya.
Tokoh tokoh behaviorisme, antara lain:
1. 1. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1939)
Ivan Petrovich Pavlov sangat dikenal dengan teori pengkondisian klasik, dengan eksperimennya yang menggunakan anjing sebagai objek penelitian.
Teori pavlov merupakan salah satu metode untuk mempelajari perilaku seseorang yang menggambarkan proses pembelajaran melalui asosiatif stimulus dari lingkungan dan bersifat alamiah
Menurut Pavlov (Walgito,
2002:53) aktivitas ornganisme dapat dibedakan atas aktivitas yang bersifat
reflektif dan aktivitas yang disadari.
2. 2. John Brodaus Watson (1878-1958)
Watson
(JP.Chaplin, 2002:536) mendefinisikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan
tentang tingkah laku, sasaran behaviorisme adalah mampu meramalkan reaksi dari
satu pengenalan mengenai kondisi perangsang dan sebaliknya, juga mengenali
reaksi agar bisa meramalkan kondisi perangsang yang mendahuluinya.
Inti
behaviorisme adalah memprediksi dan mengontrol perilaku. Metode-metode obyektif
Watson lebih banyak menyukai studi mengenai binatang dan anak-anak, seperti
sebuah studi yang ia lakukan dalam pengkondisian rasa takut pada anak-anak.
Hal
yang paling mendasar dalam konseling behavioral adalah penggunaan konsep-konsep
behaviorisme dalam pelaksanaan konseling, seperti konsep reinforcement, yang
merupakan bentuk adaptasi dari teori pengkondisian klasik Pavlov, dan pengkondisian
operan dari Skiner.
Menurut Surya (1988:186) menyatakan bahwa ada tiga macam hal yang dapat memberi penguatan yaitu :
1) Positive reinforce, yakni merupakan pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul (Corey, 2013; Martin & Peer, 2015).
2) Negative reinforce,suatu upaya penghilangan stimulus tertentu untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan.
3) No consequence and
natural stimuli.
D.
D. Hubungan antara Konselor dengan Klien
Untuk melihat hubungan konselor dengan klien dalam konseling behavioral dapat diperhatikan bahwa dari proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu.
Jika diperhatikan lebih
lanjut, pendekatan dalam konseling behavioral lebih cenderung direktif, karena
dalam pelaksanaannya koselor-lah yang lebih banyak berperan aktif.
Peran
konselor :
1.
Menyebutkan tingkah laku maladaptive;
2.
Memilih tujuan-tujuan yang masuk akal;
3. Mengarahkan dan membimbing klien untuk merubah tingkah laku yang tak s
esuai.