Psikologi Remaja

 


Perkembangan psikologi remaja

Dikutip dari Healthy Children, masa remaja dikategorikan sebagai masa transisi yang dialami anak-anak untuk mencapai usia dewasa. Pada fase ini, akan terjadi beberapa perubahan besar selain perkembangan pada fisik.

Salah satunya adalah perkembangan remaja yang mencakup sisi psikologis dan dibagi menjadi dua kategori.

Kategori tersebut merupakan sisi emosional juga sosial yang perlu diketahui orang tua sebagai cara mendidik anak remaja.

Dua hal ini berhubungan karena adanya perubahan hormon serta saraf sehingga remaja tidak hanya berkembang secara kognitif namun kematangan fisik juga memikirkan identitas diri serta hubungan sosial di sekitar.

Dilihat dari sisi psikologi, ada beberapa tahapan yang setidaknya perlu dicapai oleh seorang remaja, di antaranya adalah:

·         a. Terlihat menonjol serta mengembangkan identitas diri.

·         b. Dapat beradaptasi agar diterima di lingkungannya.

·         c. Mengembangkan kompetensi sekaligus mencari jalan untuk 

               mendapatkannya.

·         d. Berkomitmen pada tujuan yang sudah dAndaat.

Berikut adalah perkembangan psikologi yang dialami remaja seiring dengan pertambahan usia.

Perkembangan psikologi remaja 10 – 13 tahun

Apabila dilihat dari fase perkembangan remaja, usia 10 hingga 13 tahun merupakan fase early karena ia baru memasuki tahapan masa puber.

Maka dari itu, orangtua juga perlu mempersiapkan diri karena ia akan mengalami perubahan suasana hati serta perilaku yang berbeda dari biasanya.

Beberapa perkembangan psikologi pada remaja di usia 10 hingga 13 tahun di antaranya adalah:

·         Masih memperlihatkan kedekatan serta ketergantungan dengan orangtua.

·         Membuat kelompok bersama teman-teman terdekat.

·         Mulai mencari identitas diri dan memperlihatkan kemandirian.


Perkembangan emosional

Pada saat anak berusia 10 tahun, perkembangan psikologi atau emosi remaja masih akan menunjukkan ketergantungannya pada orangtua. Namun, kedekatannya dengan teman-teman sebaya akan semakin menguat.

Bahkan, tekanan dari lingkungan pertemanan yang dirasakannya akan semakin besar. Begitu pula dengan identitas dirinya dalam sebuah pertemanan.Meski begitu, pada usia ini anak masih akan menganggap orang dewasa memiliki kekuatan atau kekuasaan yang lebih besar.

Hal ini membuatnya masih akan mengikuti aturan dan prinsip yang ada di dalam rumah. Namun, Anda mungkin perlu mempersiapkan diri jika anak mulai mepertanyakan setiap aturan yang diberlakukan di rumah.

Di saat yang bersamaan, pada perkembangan psikologi atau emosi remaja usia 11 hingga 13 tahun, ia mulai peduli dengan penampilan serta tubuhnya. Hal ini biasanya terjadi karena perubahan alami yang dialami oleh tubuhnya. Namun apabila permasalahan ini tidak ditangani dengan baik, ada kemungkinan ia mengalami masalah tertentu. Jika ia tidak suka dengan tubuhnya, misalnya ia merasa tubuhnya terlalu gemuk, ia dapat saja melakukan diet sembarangan sehingga dapat berujung pada gangguan makan serta minder.

Pada fase perkembangan emosi remaja ini, anak juga semakin menekankan identitas dirinya. Ini dapat dilihat melalui pakaian yang digunakan, musik yang didengarkan, film yang ditonton, atau buku yang dibaca.

Apabila dilakukan tanpa pengawasan, anak mungkin mulai berani mencontoh apa yang dilihatnya berdasarkan rasa penasaran.

Berada di usia 12 hingga 13 tahun, Anda juga dapat melihat perkembangan psikologi atau emosi remaja yang cukup signifikan.

Ini terlihat dari perubahan mood yang semakin menjadi-jadi. Satu waktu merasa dapat menaklukkan segalanya, di waktu lain anak merasa telah mengacaukan semuanya.

Perkembangan sosial

Pertemanan yang menguat dAndaktikan dengan kesetiaan terhadap teman satu grup atau geng, sehingga menjadi lebih solid.

Pada anak usia 10 tahun, perkembangan psikologi juga ditandai dengan sisi kompetitif yang dimilikinya terhadap teman yang bukan termasuk di dalam perkumpulannya.

Di usia ini, anak perempuan akan lebih suka bermain dengan anak perempuan, begitu pula dengan anak laki-laki yang lebih nyaman bermain dengan anak laki-laki.

Akan tetapi, anak akan mulai menunjukkan ketertarikan pada lawan jenis, meski belum terlalu kentara.

Rasa ketertarikan itu dapat jadi pertanda dari masa puber. Dengan begitu, anak juga berpotensi mengalami perubahan suasana hati yang tak menentu.

Hal ini juga didampingi dengan kepekaan terhadap bentuk tubuh dan penampilannya.

Semakin bertambah usia, anak Anda akan lebih suka menghabiskan waktu bersama dengan teman dibanding dengan keluarga. Hal ini juga termasuk ke dalam perkembangan psikologi anak usia 11 tahun.

Berada di usia 12 hingga 13 tahun, perkembangan sosialnya pun juga dapat semakin terlihat ketika jiwa kepemimpinan anak mulai terbentuk.

Sebagai orangtua, cobalah untuk mendorong anak untuk lebih fokus dengan cara membantunya membuat suatu keputusan dan mendukungnya untuk berpartisipasi di komunitas atau kegiatan di sekolah.

Perkembangan psikologi remaja 14 – 17 tahun

Apabila dibandingkan dengan perkembangan anak usia 10 tahun, Anda dapat melihat ada perbedaan di perkembangan remaja fase middle ini.

Secara umum, dapat dikatakan bahwa perkembangan psikologi remaja terlihat karena mereka mulai membangun identitas diri.

Tidak hanya itu saja, di rentang usia ini remaja juga mulai memperlihatkan kemandirian agar tidak terus bergantung pada orangtua.

Berikut beberapa perkembangan psikologi atau emosi remaja di usia 14 hingga 17 tahun.

·         Memperlihatkan kemandirian pada orangtua.

·         Menghabiskan waktu yang lebih sedikit dengan orangtua.

·         Mulai menunjukkan ketertarikan pada lawan jenis.

·         Mempunyai kepedulian serta perhatian pada keluarga, teman, dan lawan jenis.

·         Perubahan susasana hati yang tidak menentu.

Perkembangan emosional

Pada perkembangan anak usia 14 tahun, emosi remaja pun masih tergolong naik turun. Ia masih mempunyai suasana hati yang mudah berubah sehingga ada kalanya orangtua kewalahan dengan hal ini.

Di usia ini Anda juga perlu mulai memberikan edukasi seks karena anak mulai memiliki ketertarikan dengan teman lawan jenisnya.

Selain itu, di usia ini pula anak akan mulai melakukan hal-hal yang berisiko, sehingga Anda wajib mengajaknya berdiskusi mengenai hal-hal baru yang diketahuinya.

Sampaikan apa akibat dari berbagai hal yang sudah atau hendak dilakukannya.

Seiring bertambahnya usia, perkembangan psikologi atau emosi remaja juga mulai memperlihatkan kepedulian.

Simpati dan empati mulai terpupuk walau ada kalanya ia mempunyai sudut pandang berbeda.

Perhatikan apabila ia memperlihatkan perubahan perilaku yang tidak sesuai dengan kebiasaan sehari-hari.

Bukan tidak mungkin apabila dalam perkembangan psikologi atau emosi remaja ia mengalami beberapa gangguan.

Beberapa masalah ini misalnya gangguan tidur, gangguan citra tubuh, krisis kepercayaan diri, sehingga berujung terjadinya depresi pada remaja.

Walaupun waktu Anda dengan anak menjadi lebih sedikit, tetap bangun komunikasi sehingga ia tidak merasa kehilangan arah.

Perkembangan sosial

Sudah disinggung sedikit di atas kalau pada fase ini anak mempunyai ikatan tersendiri dengan teman sebaya atau bahkan teman terdekatnya.

Ada banyak kegiatan yang dapat dilakukan terutama ketika ia mempunyai kesukaan yang sama.

Tidak hanya itu saja, bukan hal aneh apabila remaja lebih nyaman membicarakan masalah pada teman terdekatnya terlebih dahulu.

Hal ini pun berlanjut sampai di perkembangan anak usia 17 tahun karena ia tetap menjaga hubungan baik dengan sahabat.

Mungkin, hubungan orangtua dengan anak akan bergeser karena ini.

Namun, ada baiknya Anda tetap menjaga komunikasi agar hubungan tetap terjaga sehingga anak akan tetap mencari orangtua ketika sangat dAndatuhkan.

Perkembangan psikologi remaja usia 18 tahun

Pada usia ini, perkembangan remaja sudah mencapai fase terakhir, yaitu late. Biasanya, sifat impulsif yang mereka punya menjadi lebih terkendali dibandingkan dengan usia sebelumnya.

Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa perkembangan psikologi atau emosi remaja di usia ini sudah lebih memikirkan risiko yang akan terjadi nantinya.

Berikut beberapa perkembangan psikologi remaja usia 18 tahun, di antaranya:

·         Semakin membuka diri untuk memperluas pertemanan.

·         Sudah memikirkan masa depan dan tujuan hidup.

·         Mandiri dan membuat keputusan untuk diri sendiri.

·         Mulai tertarik dan serius dalam hubungan lawan jenis.

Perkembangan emosional

Sebagai orangtua, Anda perlu memahami apabila setiap anak mempunyai tahapan perkembangannya masing-masing.

Begitu juga dengan perkembangan psikologi atau emosi remaja di usia 18 tahun ini.

Ada kemungkinan ia mulai sadar dan mengerti apa yang diinginkan. Apalagi, emosinya sudah berangsur-angsur menjadi lebih stabil. Maka dari itu ia semakin yakin untuk mempertahankan kemandirian sekaligus mencoba dunia baru yang sudah lama diinginkan.

Perkembangan sosial

Kalau di tahapan usia sebelumnya para remaja lebih suka menghabiskan waktu bersama teman terdekat juga pacar, kini secara tidak sadar sudah mulai nyaman dengan orangtua.

Hal ini karena keterbukaan untuk menerima pendapat serta berkompromi dengan orang disekitar.

Tidak hanya itu saja, Anda juga sudah seharusnya mempersiapkan diri karena ada kemungkinan remaja mempunyai hubungan yang lebih serius dengan pacar.

Maka dari itu, penting untuk membangun komunikasi serta memberikan pendidikan seksual sejak dini.

Penyebab remaja mulai memberontak

Pertengkaran orangtua dengan anak dapat berujung pada keinginan kabur dari rumah karena ia sedang berada dalam fase pemberontakan.

Ini juga hal yang dapat terjadi pada perkembangan psikologi atau emosi remaja di usia 18 tahun atau bahkan lebih muda.

Ada kalanya ia percaya sudah tak ada lagi pemecahan masalah yang dapat dicapai selain memberontak atau melakukan kenakalan remaja.

Beberapa penyebab yang membuat perkembangan emosi remaja jadi memberontak, seperti:

1. Merasa tidak aman di rumah

Anak dapat saja merasa bahwa situasi di rumah benar-benar menakutkan sehingga mengakibatkan perkembangan psikologisnya terganggu.

Hal ini dapat terjadi jika ia menjadi korban kekerasan anak, baik itu kekerasan verbal, fisik, psikologis, atau seksual.

2. Masalah di sekolah atau lingkungan pergaulan

Bila terjadi bullying pada remaja di sekolah tapi tidak ada sosok yang dapat membantunya, anak mungkin memilih untuk kabur.

Dengan begitu, anak dapat membolos tanpa harus dipaksa ke sekolah oleh orangtua.

Hal lain yang mengakibatkan psikologis remaja terganggu adalah ketika terlibat masalah tertentu tapi ia tidak berani menganggung akibat atau hukumannya.

Maka, ia pun memilih untuk memberontak seperti lari dari rumah daripada harus menerima konsekuensi.

3. Merasa tidak dihargai

Salah satu kasus pemberontakan yang dapat mengganggu psikologi atau emosi remaja adalah anak merasa cemburu dengan kakak atau adiknya.

Ia merasa kurang dihargai dan berpikiran bahwa orangtua lebih menyayangi kakak atau adiknya.

Selain itu, anak dapat merasa tidak dihargai karena orangtua memberikan hukuman yang sangat berat atas kesalahannya.

Dalam kasus lainnya, anak yang merasa tidak mendapat cukup perhatian dari orangtua juga mungkin “menguji” kasih sayang orangtua dengan cara memberontak.

4. Tidak bijak menggunakan media sosial

Media sosial adalah tempat bagi sebagian besar remaja untuk mengekspresikan diri mereka, lewat kata-kata maupun foto.

Di antara semua jenis media sosial, instagram cukup mendapat banyak perhatian bagi anak remaja.

Melalui instagram, ia dapat mengunggah hasil jepretan foto terbaiknya dan mendapat feedback, berupa like atau komentar.

Namun, tidak semua mendapatkan efek positif sehingga memengaruhi perkembangan psikologi atau emosi remaja.

Ada juga yang sampai terobsesi dengan hasil selfie sehingga berdampak buruk bagi kesehatan mental remaja.

Tips menghadapi kondisi emosi remaja yang tidak menentu

Kesabaran setiap orang memang ada batasnya. Namun, sebagai orangtua Anda merupakan peran penting dalam kehidupan anak termasuk pada perkembangan psikologi atau emosi remaja.

Maka dari itu, tidak ada salahnya untuk melakukan hal-hal di bawah ini untuk membangun hubungan emosional orangtua dengan anak, seperti:

1. Menjaga komunikasi dengan anak

Walaupun tidak semua, tetapi ada sebagian remaja yang cenderung acuh tak acuh terhadap orangtua.

Kadang anak merasa sudah cukup besar sehingga memperlihatkan sikap seperti tidak membutuhkan peran Anda.

Namun, tetap jaga komunikasi dengan cara apapun. Misalnya, menanyakan apa saja yang ia lakukan dan bagaimana perasaannya di hari itu.

Lalu, Anda juga dapat meluangkan waktu melakukan hal yang menyenangkan misal menonton film bersama.

Dengan begitu, lama-lama ia tahu dan berpikir bahwa secuek apa pun ia, orangtuanya tetap peduli padanya.

Menjaga komunikasi dengan anak juga penting dilakukan untuk mencegah terjadinya depresi pada remaja.

Anak jadi memiliki orang yang selalu dapat diajak berkeluh kesah soal apa pun yang dialaminya.

2. Saling menghargai pendapat

Di masa remaja, ada kalanya ia memiliki pandangan yang berbeda dengan Anda.

Jangan langsung menarik urat, pasalnya semakin dewasa anak Anda, pemikirannya pun akan semakin berkembang

Ketimbang berdebat kusir, coba diskusikan dan cari solusi yang menguntungkan di kedua belah pihak.

Coba dengarkan pandangan anak, begitu pun anak akan mendengarkan apa yang Anda pikirkan.

Saling mendengarkan dan menghargai pendapat akan membuat ikatan anak dan orangtua menjadi semakin erat.

3. Melibatkan anak dalam membuat peraturan

Saat hendak membuat peraturan tertentu di rumah, libatkan anak dalam diskusi.

Hal ini dimaksudkan agar anak dapat bertanggung jawab dan menaati kesepakatan yang telah dAndaat.

Berikan anak pemahaman bahwa peraturan yang adil dAndaat agar ia juga mempunyai kendali pada diri sendiri sekaligus belajar bertanggung jawab.

Masa remaja adalah masa-masa pencarian jati diri. Pada masa ini  berbagai problematika remaja mulai bermunculan. Hal ini kebanyakan terjadi karena dalam fase ini remaja sering dipenuhi dengan kebingungan. Contoh masalah remaja yang sering muncul pada fase ini harus menjadi perhatian orang tua. Masalah mulai dari hal kecil atau sepele hingga masalah yang berdampak pada kesehatan mentalnya membutuhkan kehadiran orang tua untuk memberikan bimbingan dan pengasuhan.

Oleh karena hal tersebut di atas, orang tua perlu mengetahui masalah remaja yang mungkin sedang dialami oleh anaknya. Dengan demikian, Ayah Bunda Pintar siap sedia membantu anak-anak tercinta melewati permasalahan yang sedang dihadapinya. 

Contoh Masalah Pada Remaja


Foto oleh Hannah Nelson dari Pexels

Berikut adalah permasalahan pribadi remaja yang harus Ayah Bunda Pintar pahami:

1. Penampilan

Hal-hal yang terjadi di masa remaja dan berpotensi menimbulkan permasalahan adalah perubahan penampilan. Di masa di mana mereka sudah mulai memperhatikan penampilannya dan mulai tertarik dengan lawan jenis, membuat mereka ingin selalu tampil sempurna. Nah, pada masa puber di mana perubahan hormon terjadi, membuat perubahan pada tubuh anak-anak remaja seperti munculnya berjerawat, perubahan bentuk pada beberapa bagian tubuh, dan lain sebagainya. 

Masalah penampilan lainnya yang kerap muncul adalah masalah bentuk tubuh yang terlalu gemuk atau obesitas. Hal ini menyebabkan anak merasa rendah diri. Untuk membuat penampilanya seperti yang diinginkan mereka berusaha menjalankan diet. Jika tidak didampingi dengan baik, potensi anak mengalami gangguan pola makan atau eating disorder seperti bulimia atau anoreksia sangat rentan terjadi.

2. Akademis

Permasalahan remaja di Indonesia yang klasik dan sering sekali terjadi adalah masalah akademis. Sering kali kasus anak remaja mengalami kesulitan untuk mengikuti pelajaran sehingga sering mendapat nilai jelek, prestasi menurun, tidak betah di sekolah, hingga melakukan bolos sekolah. Hal ini juga diperparah dengan tekanan dari orangtua yang menuntut anak-anaknya untuk berprestasi. Jika tidak dicarikan solusi yang tepat, hal ini dapat memicu terjadinya ketidakharmonisan antara anak dan orang tua dan membuat anak semakin terpuruk.

3. Depresi

Masalah anak muda yang menjadi salah satu masalah terbesar yang dihadapi remaja adalah depresi. Sebuah analisis yang diadakan oleh Pew Research Centre menunjukkan bahwa tingkat depresi di kalangan remaja mengalami peningkatan dari dekade sebelumnya. Sumber dari depresi pada remaja biasanya bersumber pada tekanan untuk mendapat nilai bagus, masalah dalam keluarga, atau ketidakbahagiaan dengan kehidupan yang dimiliki. Hal ini perlu mendapat perhatian baik orang tua maupun orang sekitar anak remaja seperti guru dan teman-temannya karena jika dibiarkan dapat berakibat fatal seperti menyakiti diri sendiri bahkan sampai bunuh diri.

4. Komunikasi dengan Orang Terdekat

Masalah sosial remaja sering terjadi dikarenakan perasaannya yang lebih sensitif dan labil. Masalah komunikasi yang dialami oleh remaja misalnya masalah dengan orang tua, saudara, atau teman-temannya. Sebagai contoh anak tidak terima dan melawan ketika dinasehati karena merasa nasehat yang diberikan sebagai bentuk menyalahkan atau menyudutkan. Contoh lainnya antara lain ketidaksepahaman dengan teman-temannya.

5. Bullying atau perundungan

Contoh masalah yang dihadapi generasi muda saat ini adalah perundungan atau bullying.  Masalah pada remaja yang satu ini sedang marak terjadi. Bentuk perundungan yang dialami anak remaja antara lain ejekan, intimidasi, ancaman, hingga kekerasan dari para pelaku bullying. Bullying atau perundungan dapat saja terjadi baik di lingkungan tempat tinggal anak ataupun di sekolah. Bahkan di masa serba digital seperti saat ini perundungan juga sering terjadi di dunia maya. Hal ini tentu saja akan membuat anak remaja merasa tertekan, stres, atau bahkan depresi. 

6. Percintaan 

Masalah percintaan menjadi salah satu masalah yang dihadapi remaja. Ditolak cintanya atau dilarang untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis adalah contoh masalah yang mungkin dihadapi remaja sehingga dapat mengganggu aspek kehidupan lainnya seperti pendidikan dan sosial. Masalah percintaan ini juga berkaitan dengan masalah seks. Oleh karena itu sex education dan pendampingan sangat diperlukan sehingga anak remaja tidak terjerumus dalam pergaulan bebas yang tentu saja akan sangat merugikan mereka.

7. Kecanduan Gadget

Anak remaja yang hidup pada zaman seperti sekarang ini sangat akrab dengan yang namanya gadget. Melihat anak yang selalu memegang gawai terlihat biasa-biasa saja, akan tetapi orang tua perlu waspada jangan sampai anak mengalami kecanduan. Kecanduan gawai atau gadget dapat mengurangi aktivitas fisik anak, interaksi dengan lingkungan sekitar, atau bahkan dapat menurunkan prestasi akademik di sekolahnya.

8. Rokok, Minuman Keras, dan Obat-Obatan Terlarang

Masa remaja, saat anak melakukan pencarian jati diri membuat anak mudah sekali terpengaruh dan mencoba hal-hal baru. Apa yang dilihat dari lingkungan pergaulannya dan menurut mereka keren tentu saja ingin dicobanya. Pada masa ini orang tua sangat perlu untuk memperhatikan pergaulan anak. Masalah yang sering muncul karena salah pergaulan antara lain merokok, minuman beralkohol, atau bahkan penyalahgunaan obat terlarang. 

Apa Tindakan yang Harus Dilakukan Orang tua?


Setelah memahami berbagai permasalahan yang muncul pada anak remaja, orang tua harus berusaha menyelami dunia anak remaja supaya mampu memberikan solusi yang tepat. Ada beberapa hal yang dapat kita  lakukan untuk membantu anak melewati segala permasalahan yang dialaminya di masa remaja, seperti berikut ini: 

1. Jaga Komunikasi

Orang tua  harus melakukan komunikasi yang intens dengan anak. Komunikasi tidak hanya berlangsung jika ada permasalahan saja. Lakukan komunikasi dengan anak setiap hari. Bicarakan hal-hal kecil atau apa yang mereka sukai. Dengan demikian mereka merasa ada orang tua yang selalu ada buat mereka sehingga tidak perlu pelampiasan di luar rumah.

2. Memberikan rasa Aman dan Perasaan dicintai.

Anak remaja yang mendapatkan cukup kasih sayang cenderung tidak akan neko-neko untuk mencari perhatian. Rasa aman yang dibangun di rumah membuat anak tidak sungkan untuk menyampaikan apapun termasuk masalah yang dihadapi. Dengan demikian, segala permasalahan yang dihadapi dapat dibantu dan didampingi orang tua hingga permasalahan tersebut dapat diselesaikan.

3. Berikan Kepercayaan

Anak remaja yang merasa dipercaya terlihat memiliki rasa tanggung jawab dan percaya diri yang tinggi jika dibandingkan dengan anak yang merasa tidak dipercaya oleh orang tuanya. Hal ini bukan berarti orang tua melepaskan pengawasan terhadap anaknya. Pengawasan tetap perlu dilakukan dengan cara-cara yang tidak membuat anak terluka atau merasa tidak dipercaya.

4. Tidak Mudah Menghakimi

Penghakiman atas apa yang dialami anak remaja sering membuat anak memberontak atau berulah sehingga membuat orang tua kesal. Ketika anak remaja melakukan kesalahan, tanyakan baik-baik mengapa hal tersebut terjadi dan bagaimana anak akan mengatasi hal tersebut. Jika memang harus ditegur, berikan teguran yang benar dan waktu yang tepat serta tidak membuat anak sakit hati tetapi menyadari kesalahan yang dilakukannya.

5. Menjadi Pendengar yang Baik 

Saat mengalami hal yang tidak menyenangkan, anak membutuhkan tempat untuk menumpahkan kekesalannya. Demikian juga sebaliknya, jika anak mengalami hal yang menyenangkan seperti mencapai prestasi tertentu, mereka juga butuh untuk mendapatkan apresiasi. Pada saat seperti itu, hadirlah secara utuh dan dengarkan apa yang mereka sampaikan dengan baik. Jangan mendengarkan sambil melakukan hal lain sehingga membuat anak merasa diabaikan. Dengan menjadi pendengar yang baik, akan memberikan pesan positif pada anak remaja bahwa mereka mendapat dukungan sepenuhnya dari orang tua.

6. Quality Time

Orang tua memang memiliki kewajiban untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan anak. Akan tetapi jangan sampai hal ini menjadikan orang tua lupa bahwa anak tidak hanya membutuhkan materi saja. Anak juga membutuhkan perhatian dari orang tuanya. Oleh karena itu saat selesai bekerja atau di akhir pekan selalu sempatkan untuk melakukan hal yang menyenangkan bersama anak remaja, seperti travelling, makan, membaca buku, atau berolahraga bersama.

7. Temui Psikolog atau Psikiater Jika Perlu

Jika orang tua merasa kewalahan dan melihat permasalahan anak sudah mulai mempengaruhi kesehatan mental anak, jangan ragu-ragu untuk meminta bantuan psikolog atau psikiater untuk mengatasinya. Dengan demikian, anak remaja akan mendapatkan tindakan atau perawatan yang tepat.

Demikianlah  serba-serbi permasalahan yang sering dialami anak remaja dan bagaimana orang tua harus dapat menanganinya. Jangan sampai lengah, pengawasan dan pendampingan pada anak yang beranjak remaja sangat penting sehingga tidak mempengaruhi aspek kehidupan anak dikemudian hari.

LihatTutupKomentar